Usai Dituntut JPU, PH Terdakwa Angkat Bicara

Suasana sidang korupsi ganti kerugian pembebasan jalan tol di atas lahan taman Kehati IKK Pemkab, yang merugikan keuangan negara, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
SIGAPNEWS.CO.ID | PADANG -- Penasihat Hukum (PH) terdakwa Syaiful yang merupakan mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), dan mantan ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T), angkat bicara terkait tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dimana terdakwa, diduga melakukan korupsi ganti kerugian pembebasan jalan tol di atas lahan taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Ibu Kota Kabupaten (IKK) Pemerintah kabupaten (Pemkab), yang merugikan keuangan negara.
Menurut PH terdakwa yaitu Putri Deyesi Rizky, S.H, M.H, mengatakan, terdapat kejanggalan dalam tuntutan JPU. Selain itu, ada perbedaan mencolok antara perkara tol jilid I dan jilid II yang menurutnya belum di pertimbangkan secara utuh oleh JPU.
“Saya sudah memprediksi bahwa tuntutan ini tidak akan jauh dari perkara tol jilid I. Tapi yang sangat berbeda adalah masyarakat dalam proyek tol jilid II ini tidak pernah memberikan alas hak kepada IKK, dan mereka juga tidak pernah menerima ganti rugi sejak 2009,” katanya, kepada wartawan usai sidang, di ruang cakra, Selasa (22/7/2025) malam kemarin kepada wartawan.
Ia menjelaskan, kliennya yang saat itu menjabat sebagai ketua P2T telah menjalankan tugas sesuai amanah undang-nndang nomor 2 tahun 2012 tentang, pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Salah satu tugas Saiful sebagai Ketua P2T, menurutnya, adalah menandatangani data validasi sebagai bagian dari proses pembebasan lahan.
“Kalau dia tidak tanda tangani, dia dianggap tidak mendukung proyek strategis nasional. Bahkan, ketika ada kekurangan dokumen pada pembayaran pertama tanggal 29 Desember 2020, beliau langsung memberi instruksi untuk dihentikan. Artinya, ia menjalankan fungsi kontrol,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan sikap Pemkab Padang Pariaman yang baru menyatakan bahwa, lahan yang dibayarkan pada 5 Maret 2021 merupakan aset pemerintah daerah, dua minggu setelah pembayaran dilakukan.
“Aneh sekali. Pada saat tanggal 5 itu, semua unsur hadir, termasuk mantan Bupati Suhatri Bur yang secara simbolis menyerahkan uang ganti kerugian (UGK). Tapi tidak ada satu pun yang menyatakan itu aset Pemda. Lalu tiba-tiba tanggal 18 Maret baru muncul pernyataan itu. Ke mana saja selama ini?” ujarnya dengan nada heran.
Ditegaskannya, bahwa akan terus memperjuangkan hak kliennya hingga proses hukum tertinggi.
“Saya akan berjuang dalam pledoi saya nanti. Apapun putusan pengadilan nanti, kami siap lanjut sampai kasasi,” pungkas Putri.
Ditambahkannya, tanggung jawab keuangan negara ada ditangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kemana itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov), sebagai penetapan lokasi. Kemana itu, Pemkab yang mengaku sebagai aset tapi tidak pernah menampilkan.
"Mohon untuk keadilan dan mohon diusut kelanjutan," tegasnya.
Sementara itu, terdakwa Saiful, seusai sidang, mengatakan kepada wartawan, bahwa dirinya dizalami.
Sebelumnya, terdakwa Saiful dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman, selama 10 tahun penjara denda Rp500 juta dan subsider empat bulan penjara.
JPU berpendapat, terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Subsidair pasal 3 jo pasal 18 undang-undang RI momor 31 tahun 1999 tentang, pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.(*)
Editor :Andry