Hoaks Mengancam, Masyarakat Diminta Verifikasi Sebelum Percaya
Musdansyah Eko Putra
SIGAPNEWS.CO.ID | PADANG – Masyarakat diimbau lebih waspada terhadap penyebaran berita bohong atau hoaks di media sosial, terutama Facebook dan Instagram. Peringatan ini disampaikan pakar komunikasi dan tokoh masyarakat di Padang, Jumat (5/11/2025), menyusul maraknya informasi palsu yang menimbulkan perpecahan sosial.
Dalam beberapa bulan terakhir, penyebaran informasi tidak benar meningkat tajam. Banyak berita hoaks yang sengaja dibuat untuk menimbulkan keresahan dan perpecahan di masyarakat.
Menurut narasumber, tujuan utama penyebaran berita bohong ini kerap tidak jelas, namun dampaknya sangat nyata: masyarakat mudah terprovokasi dan cenderung menelan informasi tanpa verifikasi.
“Apapun informasi yang muncul di media sosial, jangan langsung dipercaya. Cek kebenarannya dulu, jangan sampai terjebak pada berita palsu yang bisa memecah belah kita,” kata Dr. Rian Suryadi, pakar komunikasi dari Universitas Andalas.
Kecanggihan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI), mempermudah penyebaran berita palsu. Dengan satu jari, informasi bisa menyebar luas dalam hitungan menit.
Kasus berita bohong pun tidak jarang berujung ke ranah hukum. Beberapa pelaku telah ditangkap oleh polisi dan dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Negeri karena membuat gaduh.
Contoh paling nyata terjadi pascabencana alam, ketika beredar informasi palsu tentang jumlah korban dan bantuan yang dibutuhkan. “Informasi palsu semacam itu bisa menghambat upaya bantuan dan menimbulkan kepanikan di masyarakat,” tambah Rian.
Penyebaran hoaks juga berdampak luas, dari kekerasan sosial hingga menurunnya kepercayaan publik terhadap media. Pemerintah telah mengatur hal ini dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pasal 28 ayat 1, dengan ancaman pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, pelaku bisa dijerat KUHP, termasuk pasal 390 tentang penipuan.
Dari sisi agama, Al-Qur’an jelas melarang penyebaran berita bohong. QS. An-Nahl ayat 105 menegaskan, “Sesungguhnya yang mengada-ada kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman.”
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menegaskan hukum haram bagi pihak yang memproduksi dan menyebarkan berita palsu.
Pakar komunikasi menekankan, masyarakat wajib melakukan tabayun atau verifikasi sebelum menyebarkan informasi. “Verifikasi sederhana bisa mencegah kerugian besar, baik sosial maupun hukum,” ujar Rian.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kini tengah memperkuat pengawasan terhadap penyebaran hoaks di media sosial untuk menjaga keamanan nasional. Aktivitas tabayun dari masyarakat dianggap kunci untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan kondusif.(Musdansyah Eko Putra)
Editor :Andry