Petani Dharmasraya Terancam: Maraknya Pencurian Sawit dan Karet Rugikan Warga

Kebun karet di Dharmasraya.
SIGAPNEWS.CO.ID | DHARMASRAYA - Para petani di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, kini tengah menghadapi persoalan serius. Maraknya pencurian hasil kebun, khususnya sawit dan karet, mengancam mata pencaharian utama mereka yang selama ini menjadi penopang ekonomi keluarga.
Mayoritas masyarakat Dharmasraya menggantungkan hidup dari sektor pertanian, terutama dari hasil kebun karet dan sawit. Kedua komoditas ini menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya pendidikan anak-anak.
Rizal, seorang petani dari Nagari IV Koto Pulau Punjung, menyampaikan kesedihannya saat ditemui pada Kamis (12/6/2025). Ia mengaku hampir setiap hari hasil karet yang ia sadap menghilang sebelum sempat dijual.
"Setiap pagi kami ke kebun untuk menyadap getah karet, lalu pulangnya sore. Tapi keesokan harinya, karet yang kami sadap sudah tidak ada lagi. Hati kami hancur. Kami biasa mengumpulkan hasil sadapan pada hari Sabtu untuk dijual ke pasar. Tapi sekarang, belum sempat terkumpul, sudah hilang dicuri. Kalau seperti ini terus, yang kami dapat hanya lelah, bukan uang. Hutang pun makin menumpuk," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Rizal menjelaskan, hasil penjualan karet selama ini digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga hingga sekolah anak-anak. Namun kini, bukannya untung, mereka justru terjerat utang.
Hal serupa juga dialami oleh Herman, petani sawit dari Nagari Sungai Kambut. Ia mengaku buah sawitnya selalu hilang sebelum jadwal panen tiba.
"Belum sempat dipanen, buah sawit sudah raib duluan. Seolah ada yang lebih dulu 'panen' sebelum kami. Keluhan ini sudah kami sampaikan ke kepala jorong, tapi beliau juga mengalami hal yang sama," ungkap Herman.
Untuk mengatasi pencurian, para petani sudah melakukan berbagai upaya, seperti memasang paku di kebun untuk membuat jera pencuri, bahkan melakukan ronda malam. Namun kondisi fisik yang lelah karena harus bekerja seharian membuat ronda malam tidak bisa dilakukan terus-menerus.
"Bagaimana kami bisa ronda setiap malam? Siangnya kami kerja dari pagi sampai sore. Tentu malamnya kami butuh istirahat," keluh Eri, salah seorang petani lainnya.
Para petani berharap ada perhatian serius dari pemerintah. Mereka mendesak agar pemerintah segera mencari solusi konkrit, agar kehidupan para petani tidak semakin terpuruk.
"Kami mohon pemerintah mengambil tindakan tegas. Kami usulkan agar pemerintah mengirimkan surat resmi kepada pengusaha RAM (tempat penerima sawit) dan pembeli karet (toke getah) agar tidak menerima hasil kebun dari penjual yang tidak jelas identitasnya. Tolong data semua tempat pembelian hasil kebun," harap Rizal.
Jika tidak ada langkah nyata, para petani khawatir kondisi ini akan berujung pada krisis ekonomi keluarga—tidak hanya kehilangan penghasilan, tapi juga dikejar utang dan kelaparan. (*)
Editor :Riki Abdillah