Pameran Seni Instalasi Lima Tahun WTBOS Dipamerkan di Bandara internasional Minangkabau

Pameran Seni Instalasi Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS)dipamerkan di (BIM).
Melalui pendekatan dekolonial dan etnografis, ketiga instalasi menempatkan pengalaman dan ingatan lokal di pusat narasi. Narasinya berisi kritik bagaimana warisan itu kini dirayakan sementara kenyataan pahit dari eksploitasi dan penindasan masa lalu nyaris terlupa.
WTBOS mungkin diakui dunia, tapi pengakuan itu tidak serta merta menghapus jejak kolonial yang ditinggalkannya. Jadi, instalasi ini menjadi peringatan darurat atas bahaya melupakan penderitaan yang membentuk sejarah masyarakat. Sekaligus jadi harapan untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik.
“Selama ini kita mengenal WTBOS sebagai warisan kolonial yang berpengaruh besar di dalam perekonomian di masa itu. Dan cerita mengenai tambang batubara ini hampir selalu dari perspektif kolonial. Yang seringkali diabaikan adalah cerita dari masyarakat yang dulunya bekerja sebagai buruh di sana,” kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid.
Menurutnya, narasi pada karya instalasi ini berangkat dari riset yang cukup mendalam tentang perjalanan sejarah. Ia menangkap bagaiamana penderitaan rasa sakit itu yang disublimasi oleh karya kreatif yang kuat secara narasi.
“Mudah-mudahan ini menginspirasi seluruh bandara di Indonesia untuk memberi ruang pada seni visual khususnya karya-karya instalasi. Berharap dengan cara begitu, agenda untuk memajukan kebudayaan bisa berjalan dengan baik,” jelas Hilmar.
Pameran Seni Non Konvensional di Sumbar sebagai ruang publik, BIM menjadi ruang temu berbagai kalangan mulai dari pelajar, pebisnis, hingga wisatawan dan warga lokal.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dari bulan Januari hingga Juli 2024 diperkirakan rata-rata ada seratus ribuan penumpang angkutan udara untuk penerbangan domestik dan internasional di BIM. Artinya semakin besar kesempatan untuk memperkenalkan karya tentang WTBOS dari Seniman Sumatera Barat kepada dunia.
“Pemilihan BIM sebagai ruang pameran non konvensional bertujuan untuk menjangkau khalayak yang belum terbiasa mengunjungi pameran di galeri seni rupa. Seni bisa merespon berbagai ruang. Jadi tidak harus di ruangan khusus pameran," tutupnya.
Pameran ini jadi upaya untuk membangun ruang dialog sekaligus refleksi tentang isu-isu penting seperti warisan budaya, kolonialisme, dan keberlanjutan lingkungan.
“Secara keseluruhan, pameran ini merupakan merupakan platform penting untuk memperdalam dialog tentang warisan budaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Harapannya melalui karya ini, pengunjung dapat memahami dan meresapi nilai sejarah, budaya dan identitas. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, maka rasa kepemilikan untuk menjaga dan merawat WTBOS akan tumbuh,” ujarnya.(*)
Read more info "Pameran Seni Instalasi Lima Tahun WTBOS Dipamerkan di Bandara internasional Minangkabau" on the next page :
Editor :Riki Abdillah