Terkait Hutang Negara 1950, Penggugat Berharap Pemerintah Membayar Hutang

Teks Foto : Mediator Reza Himawan Pratama (tengah), Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH. MH (kiri) selaku penggugat dan para tergugat tengah melakukan mediasi. Ist
SIGAPNEWS SUMBAR | PADANG - Terkait adanya hutang negara pada tahun 1950, Hardjanto Tutik, melalui kuasa hukumnya Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH. MH, kembali melanjutkan mediasi setelah pada minggu lalu sempat tertunda, karena pihak prinsipal tidak hadir.
Dimana yang menjadi prinsipal dalam gugatan tersebut adalah Presiden RI, Menteri Keuangan RI, ketiganya sebagai tergugat I, II, dan turut tergugat III DPR RI.
Perkara perdata nomor 158 ini, hadir kuasa hukum tergugat dan staf ahli negara, karena prinsipal tidak bisa datang karena ada tugas.
Menurut kuasa hukum dari Hardjanto Tutik, Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH. MH, dalam mediasi tersebut,mengatakan supaya mengambil penawaran khusus kepada pemerintah atau tergugat I, II yang disampaikan pada mediasi pekan depan.
"Untuk nominalnya belum dibuat secara tertulis," katanya, Kamis (13/1/2022).
Ia berharap, supaya Presiden RI, Menteri Keuangan, membayar sesuai dengan gugatan.
"Membayar dan dikonfersikan dengan harga emas pada saat itu," harapannya.
Sementara itu, Presiden RI yang kuasa hukumnya Jaksa Agung RI, namun dilegasikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar), membenarkan perihal tersebut.
"Ya benar memang ada, jadi pada persidangan tersebut sudah masuk pada mediasi kedua," ucap Kasi Perdata Bob Sulitian yang didampingi, Jaksa Pengacara Negara (JPN), dan Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumbar Fifin Suhendra, ketika diwawancarai di ruang kerjanya.
Ditambahkannya, menurut Peraturan Makamah Agung (Perma) I tahun 2016, dimana hakim mediator memberikan wewenang untuk mencari jalan keluar atau perdamaian.
"Kalau terjadi suatu pencapaian maka sidang ditutup, tetapi kalau tidak menemukan pencapaian maka sidang kembali dibuka. Karena masih mediasi maka kita belum masuk k pada materi pokok," tambahannya.
Lebih lanjut dijelaskan, saat ini tergugat masih menunggu penawaran dari pihak penggugat yang nantinya disampaikan nya secara tertulis pada persidang pekan depan.
"Jadi kami sifatnya hanya menunggu, berapa yang disampaikan oleh pihak penggugat," tuturnya.
Dalam berita sebelumnya dijelaskan, kliennya mengajukan gugatan terkait hutang negara pada tahun 1950.
Dimana dalam undang-undang darurat RI Nomor : 13 tahun 1950 tentang pinjaman darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditanda tangani Presiden RI, Ir.Soekarno. Undang-undang darurat nomor 13 tahun 1950, telah menetapkan tentang pinjaman darurat,yang diatur pada pasal 1.
Disebutkan, menteri keuangan diberi kuasa selama tahun 1950 untuk mengambil segala tindakan, untuk mengadakan pinjaman bagi negara RI dan, untuk mewajibkan turut serta dalam pinjaman sedemikian itu, lagi pula mengeluarkan peraturan-peraturan tentang peredaran uang jika perlu dengan menyimpang dari undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang berlaku, kecuali konsitusi sementara.
Undang-undang nomor 24 tahun 2002, tentang surat hutang negara (obligasi) tahun 1950, menyebutkan program reka- pitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat hutang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat hutang, pembiayaan kridit progam, yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.
Tak hanya itu, jumlah pinjaman itu didasarkan pada penetapan dalam pasal 4 dan 8 dari keputusan tanggal 19 Maret 1950.
Kemudian surat pinjaman berbungan 3 per seratus dalam satu tahun yang dibayar, atas kupon tahunan pada setiap tanggal 1 September 1950.
Dimana kupon dapat ditunaikan pada semua kantor De Javasche Bank di Indonesia dan jika perlu pada tempat-tempat lain.
Bahwa berdasarkan bukti penerimaan uang pinjaman oleh, tergugat yang ditanda tangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku menteri keuangan tahun 1950 sebesar Rp80.300, dengan sebesar 3% per satu tahun. Berdasarkan peraturan perundang-undang.
Ditambahkannya, pada bukti surat pinjaman pemerintah tahun 1950 dengan nilai satu lembar adalah sebesar Rp10.000 dan jumlah lembaran pinjaman pemerintah RI sebanyak 3 lembar dengan, nomor X 7155505 X 715514 dengan jumlah pinjaman sebesar Rp30.000 serta foto kopi.
Bukti surat pinjaman pemerintah tahun 1950 dengan 1 lembar sebesar Rp1000 dan jumlah pinjaman pemerintah RI sebanyak 36 lembar. Bunga pinjaman 3% per satu tahun dari pokok pinjaman Rp80.300, bungan satu tahun Rp2.409 dan bunga pinjaman pokok koversikan pada emas murni, maka dapat emas seberat 0,603 kg per satu tahun.
Pinjaman pemerintah Indonesia, terhitung dari tanggal 1 April 1950 sampai 2021 sudah 71 tahun X bunga dikonversikan dengan emas 0,633 kg adalah sebanyak 42,813 kg emas murni.
Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH. MH lebih jelas membeberkan terjadinya hutang tersebut.
Dimana hutang negara ini pada tahun 1950, ada salah seorang memberikan pinjaman kepada pemerintah tahun 1950, karena waktu itu negara dalam keadaan tidak memiliki anggaran. Sehingga dipinjamkanlah melalui menteri keuangan.
Dilanjutkan, beberapa kali diminta tidak dikembalikan, dan juga tidak dibayarkan, sehingga digugatlah.
Untuk tergugat I Presiden RI, tergugat II Menteri Keuangan RI, dan turut tergugat III DPR RI. Dalam sidang tersebut, telah datang kuasa hukumnya. Kalau presiden kuasa hukumnya jaksa agung, namun dilegasikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar).
Sedangkan Menteri Keuangan RI, diwakili oleh kuasa hukumnya dari Kementerian Keuangan yang ada perwakilan di Sumbar, sementara ketua DPR RI diwakili oleh komisi III biro hukum.
Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH. MH menuturkan,terjadinya pinjam meminjam pada saat itu berada di Padang.
Gugatan perdata ini diajukan kepengadilan dimana saja, boleh dilakukan oleh penggugat, boleh juga dilakukan kepada tergugat, karena penggugat berada di Padang, maka dilakukanlah di Padang.
Ia berharap, agar kepada Presiden RI, Menteri Keuangan RI, dan Ketua DPR, untuk datang memberikan mencari solusi yang terbaik.(Put)
Editor :Riki Abdillah
Source : Humas Kejati Sumbar