Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat Indonesia Terus Meningkat di 2025

Lambang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
SIGAPNEWS.CO.ID | JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025. Hasil survei menunjukkan tren positif, dengan indeks literasi keuangan nasional mencapai 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan naik signifikan menjadi 80,51 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, bersama Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyampaikan hasil tersebut dalam konferensi pers di Kantor BPS Jakarta. Survei tahun ini merupakan kolaborasi lanjutan antara OJK dan BPS setelah kerja sama pertama pada SNLIK 2024.
“Peningkatan indeks ini menunjukkan keberhasilan program literasi dan inklusi keuangan yang telah dilakukan secara nasional, sekaligus menjadi dasar evaluasi dan perencanaan kebijakan keuangan ke depan,” ujar Friderica.
SNLIK 2025 menggunakan dua metode penghitungan: Metode Keberlanjutan, yang mempertahankan cakupan sembilan sektor jasa keuangan seperti perbankan dan fintech; serta Metode Cakupan DNKI, yang mencakup lembaga lain seperti BPJS dan koperasi. Hasil dari Metode Cakupan DNKI bahkan menunjukkan inklusi keuangan nasional telah mencapai 92,74 persen.
Survei dilakukan terhadap 10.800 responden di 34 provinsi, dengan rentang usia 15 hingga 79 tahun. Data dikumpulkan dari 22 Januari hingga 11 Februari 2025, menggunakan pendekatan stratified multistage cluster sampling.
Kesenjangan Masih Terlihat di Kelompok Tertentu
Meskipun rata-rata nasional menunjukkan peningkatan, OJK dan BPS mencatat masih adanya kesenjangan tingkat literasi dan inklusi pada beberapa kelompok masyarakat, seperti perempuan, masyarakat di daerah perdesaan, serta warga dengan tingkat pendidikan rendah.
Tingkat literasi keuangan masyarakat perkotaan tercatat sebesar 70,89 persen, lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang hanya 59,60 persen. Dari sisi pendidikan, responden lulusan perguruan tinggi memiliki indeks literasi sebesar 90,63 persen, sedangkan responden yang tidak menamatkan sekolah dasar hanya sebesar 43,20 persen.
Sementara itu, dari sisi usia, kelompok 26–35 tahun memiliki tingkat literasi dan inklusi tertinggi, masing-masing 74,04 persen dan 86,10 persen. Sebaliknya, kelompok usia 15–17 tahun dan 51–79 tahun menjadi kelompok dengan tingkat terendah.
OJK Fokus Tingkatkan Inklusi Syariah
Selain literasi dan inklusi keuangan secara umum, survei juga mengukur aspek syariah. Hasilnya, indeks literasi keuangan syariah masih relatif rendah, yakni 43,42 persen, sementara inklusi keuangan syariah hanya 13,41 persen. OJK menilai perlu adanya peningkatan pemahaman dan akses terhadap layanan keuangan berbasis syariah.
“Temuan ini akan menjadi dasar bagi OJK untuk memperkuat edukasi dan pelindungan konsumen keuangan, serta menyusun kebijakan yang inklusif dan tepat sasaran,” tambah Friderica.
OJK menegaskan bahwa hasil survei ini akan menjadi pijakan dalam penyusunan Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen 2023–2027, serta mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Nasional. (*)
Editor :Riki Abdillah